Tuesday, October 16, 2012

Sejarah Bahasa Indonesia


Nama              : Siti Humaeroh
Kelas               : 3EB21
NPM                : 26210592

Sejarah Bahasa indonesia
Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu termasuk rumpun bahasa Autronesia yang telah digunakan sebagai lingua franca di Nusantara sejak abad-abad awal penanggalan modern, paling tidak dalam bentuk informalnya. Bentuk bahasa seharihari ini sering dinamai dengan istilah Melayu pasar. Jenis ini sangat lentur sebab sangat mudah dimengerti dan ekspresif, dengan toleransi kesalahan sangat besar dan mudah menyerap istilah-istilah lain dari berbagai bahasa yang digunakan para penggunanya.
Selain Melayu pasar terdapat pula istilah Melayu tinggi. Pada masa lalu bahasa Melayu tinggi digunakan kalangan keluarga kerajaan di sekitar Sumatra, Malaya, dan Jawa. Bentuk bahasa ini lebih sulit karena penggunaannya sangat halus, penuh sindiran, dan tidak seekspresif bahasa Melayu pasar. Pemerintah kolonial Belanda yang menganggap kelenturan Melayu pasar mengancam keberadaan bahasa dan budaya. Belanda berusaha meredamnya dengan mempromosikan bahasa Melayu tinggi, diantaranya dengan penerbitan karya sastra dalam bahasa Melayu tinggi oleh Balai Pustaka. Tetapi bahasa Melayu pasar sudah terlanjur diambil oleh banyak pedagang yang melewati Indonesia.
Penamaan istilah “bahasa Melayu” telah dilakukan pada masa sekitar 683-686 M, yaitu angkat tahun yang tercantum pada beberapa prasasti berbahasa Melayu kuno dari Palembang dan Bangka. Prasasti-prasasti ini ditulis dengan b aksara Pallawa atas perintah raja Kerajaan Sriwijaya, kerajaan maritim yang berjaya pada abad ke-7 dan ke-8. Wangsa Syailendra juga meninggalkan beberapa prasasti Melayu kuno di Jawa Tengah. Keping Tembaga Laguna yang ditemukan di dekat Manila juga menunjukkan keterkaitan wilayah itu dengan Sriwijaya.
Perkembangan dan pertumbuhan bahasa Melayu tampak makin jelas dari peninggalan kerajaan Islam, baik yang berupa batu bertulis seperti tulisan pada batu nisan di Minye Tujoh, Aceh, berangka 1380 M, maupun hasil susastra (abad ke-16 dan ke-17), sepeti Syair Hamzah Fansuri, Hikayat Rja-Raja Pasai, Sejarah Melayu, Tajussalatin, dan Bustanussalatin.
Bahasa Melayu menyebar ke pelosok Nusantara bersamaan dengan menyebarnya agama Islam di wilayah Nusantara. Bahasa Melayu mudah diterima oleh masyarakat Nusantara sebagai bahasa perhubungan antarpulau, antarsuku, antarpedagang, antarbangsa, dan antarkerajaan karena bahasa Melayu tidak mengenal tingkat tutur.
Peristiwa-peristiwa penting berkaitan dengan perkembangan bahasa Indonesia diantaranya:
1.      Pada 1901, disusunlah ejaan resmi bahasa Melayu oleh Ch. A. Van Ophujisen dan dimuat dalam Kitab Logat Melayu.
2.      Pada  1908, pemerintah mendirikan sebuah badan penerbit buku-buku bacaan yang diberi nama Commissie de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat), yang kemudian pada 1917 ia diubah menjadi Balai Pustaka. Balai itu menerbitkan buku-buku novel seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-buku penuntun bercocok tanam, penuntun memelihara kesehatan, yang tidak sedikit membantu penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas.
3.      Pada 28 Oktober 1928 merupakan saat-saat yang paling menentukan dalam perkembangan bahasa Indonesia karena pada tanggal itulah para pemuda pilihan memancangkan tonggak yang kukuh untuk perjalan bahasa Indonesia.
4.      Pada 1933, secara resmi berdirilah sebuah angkatan sastarawan muda yang menamakan dirinya sebagai Pujangga Baru yang di pimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana dan kawan-kawan.
5.      Pada tarikh 25 – 28 Juni 1938, dilangsungkanlah Kongres Bahasa Indonesia I di Solo. Dari hasil kongres itu dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh cendikiawan dan budayawan Indonesia pada saat itu.
6.      Pada 18 agustus 1945, di tandatanganilah Undang-Undang Dasar RI 1945, yang salah satu pasalnya (Pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.
7.      Pada Maret 1947, diresmikan penggunaan Ejaan Republik (Ejaan Soewandi) sebagai pengganti Ejaan van Ophuijsen yang berlaku sebelumnya.
8.      Kongres Bahassa Indonesia II di Medan pada tarikh 28 Oktober – 2 November 1954 juga salah satu perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan bahsa Indonesia yang di angkat sebagai bahasa kebangsaan dan ditetapkan sebagai bahasa negara.
9.      Pada 16 Agustus 1972, H.M. Soeharto, Presiden Republik Indonesia, meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (ETD) melalui pidato kenergaraan di hadapan sidang DPR yang dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57 Tahun 1972.
10.  Pada 31 Agustus 1972, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi berlaku di seluru wilayah Indonesia (Wawasan Nusantara).
11.  Kongres Bahasa Indonesia III yang diselenggarakan di Jakarta pada 28 Oktober – 2 November 1978 merupakan peristiwa penting bagi kehidupan bahasa Indonesia. Kongres yang diadakan dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50 ini selain memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahsa Indonesia sejak 1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.
12.  Kongres Bahasa Indonesia IV diselenggarakan di Jakarta pada tarikh 21 – 6 November 1983. Ia diselenggarakan dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55. Dalam petusannya disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus lebih di tingkatkan sehingga amanat yang tercantum di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, tyang mewajibkan kepada seluruh warga Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, dapat tercapai semaksimal mungkin.
13.  Kongres Bahasa Indonesia V diselenggarakan di Jakarta pada tarikh 28 Oktober – 3 November 1988. Ia dihadiri oleh kira-kira 700 pakar bahasa Indonesia dari seluruh Nusantara (sebutan bagi negara Indonesia) dan peserta tamu dari negara sahabat seperti Brunei Darussalam, malaysia, Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres itu ditandatangani dengan dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa kepada pecinta bahasa di Nusantara, yakni Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
14.  Kongres Bahasa Indonesia VI diselenggaran di Jakarta pada tarikh 28 Oktober – 2 November 1993. Pesertanya sebanyak 770 pakar bahsa dari Indonesia dan 53 peserta tamu dari mancanegara meliputi Australia, Brunei Darussalam, Jerma, Hong Kong, India, Italia, Jepang, Rusia, Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Serikat. Kongres mengusulkan agar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa di tingkatkan statusnya menjadi Lembaga Bahasa Indonesia, serta mengusulkan di susnannya Undang-Undang Bahasa Indonesia.
15.  Kongres Bahasa Indonesia VII diselenggarakan di Hotel Indonesia, Jakarta pada 26 – 30 Oktober 1998. Kongres itu mengusulkan dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa dengan ketentuan sebagai berikut:
a.       Keanggotannya terdiri dari tokoh masyarakat dan pakar yang mempunyai kepedulian terhadap bahasa dan sastra.
b.      Tugasnya memberikan nasihat kepada Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa serta mengupayakan peningkatan status kelembagaan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
16.  Kongres Bahasa Indonesia VIII diselenggarakan di Jakarta pada 14 – 17 Oktober 2003.
17.  Kongres IX Bahasa Indonesia. Kongres ini akan membahas tiga persoalan utama: 1) bahasa Indonesia; 2) bahasa daerah; dan 3) penggunaan bahasa asing. Tempat kongres di Jakarta, pada 28 Oktober – 1 November 2008 di Hotel Bumi Karsa, Kompleks Bidakara, Jalan M.T. Haryono, Jakarta Selatan. Secara umum, Kongres IX Bahasa Indonesia ini bertujuan meningkatkan peran bahasa dan sastra Indonesia dalam mewujudkan insan Indonesia cerdas kompetitif menuju Indonesia yang bermatanat, berkepribadian, dan berperadaban unggul.

Bahasa Indonesia dinyatakan kedudukannya sebagai bahsa negara pada 18 Agustus 1945, karena pada saat itu Undang-Undang Dasar 1945 disahkan sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa Bahasa negara ialah bahasa Indonesia. (Bab XV, Pasal 36).

Sumber: Buku Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi karya Aleka a. & H. Achmad
               H.P.

Bahasa Sebagai Jati Diri


Nama              : Siti Humaeroh
Kelas               : 3EB21
NPM                : 26210592

Bahasa Indonesia Sebagai Jati Diri
Awal penanaman bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa bermula dari Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Di sana, pada Kongres Nasional Kedua di Jakarta, di canangkanlah penggunaan bahasa Indonesia pasca-kemerdekaan. Soekarno tidak memilih bahasanya sendiri, Jawa (yang sebenarnya juga bahasa mayoritas pada saat itu), namun beliau memilih bahasa Indonesia yang beliau dasarkan dari bahasa Melayu yang di tuturkan di Riau.
Bahasa Melayu Riau dipilih sebagai bahsa persatuan negara Republik Indonesia atas beberapa pertimbangan sebagai berikut:
1.      Jika bahasa Jawa digunakan, suku-suku bangsa atau puak lain di Republik Indonesia akan merasa dijajah oleh suku Jawa yang merupakan puak (golongan) mayoritas di Republik Indonesia.
2.      Bahasa Jawa jauh lebih sukar di pelajari dibandingkan dengan bahasa Melayu Riau. Ada tingkatan bahasa halus, biasa, dan kasar yang digunakan untuk orang yang berbeda dari segi usia, derajat, maupun pangkat. Bila pengguna kurang memahami budaya Jawa, ia dapat menimbulkan kesan negatif yang lebih besar.
3.      Bahasa Melayu Riau yang dipilih, dan bukan bahasa Melayu Pontianak, Banjarmasin, Samarinda, Maluku, Jakarta (Betawi), ataupun Kutai, dengan pertimbangan: Pertama, suku Melayu berasal dari Riau, Sultan Malaka yang terakhir pun lari ke Riau selepas Malaka direbut oleh Portugis. Kedua, sebagai lingua franca, bahasa Melayu Riau yang paling sedikit terkena pengaruh misalnya dari bahasa Tionghoa Hokkien, Tio Ciu, Ke, ataupun dari bahasa lainnya.
4.      Pengguna bahasa Melayu bukan hanya terbatas di Republik Indonesia. Pada 1945, pengguna bahasa Melayu selain Republik Indonesia yaitu Malaysia, Brunei, dan Singapura. Pada saat itu, dengan menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan, diharapkan di negara-negara kawasan seperti Malaysia, Brunei, dan Singapura bisa ditumbuhkan semangat patriotik dan nasionalisme negara-negara jiran di Asia Tenggara.
Dengan memilih bahasa Melayu Riau, para pejuang kemerdekaan bersatu seperti pada masa Islam berkembang di Indonesia, namun kali ini dengan tujuan persatuan dan kebangsaan. Bahasa Indonesia yang telah di pilih ini kemudian distandardisasi (dibakukan) lagi dengan nahu (tata bahasa), dan kamus baku juga diciptakan. Hal ini telah dilakukan pada zaman Penjajah Jepang.
Keputusan Kongres Bahasa Indonesia II 1954 di Medan, antara lain menyatakan bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Bahasia Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu yang sejak zaman dahulu sudah digunakan sebagai bahasa penghubung (lingua franca) bukan hanya di kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh Asia Tenggara.
Bahasa Melayu mulai di pakai di Kawasan Asia Tenggara sejak abad ke-7. Bukti yang menyatakan itu ialah dengan ditemukannya prasasti di Kedukan Bukit, berangka 683 M (Palembang); Talang Tuwo, berangka 684 M (Palembang); Kota Kapur, berangka 686 M (Bangka Barat); dan Karang Brahi, berangka 688 M (Jambi). Prasasti itu bertuliskan huruf Pranagari berbahasa Melayu kuno. Bahasa Melayu kuno itu tidak hanya dipakai pada zaman Sriwijaya karena di Jawa Tengah (Gandasuli) juga ditemukan prasasti berangka tahun 832 M dan di Bogor ditemukan prasasti berangka tahun 942 M yang juga menggunakan bahasa Melayu Kuno.
Bahasa Indonesia dinyatakan kedudukannya sebagai bahsa negara pada 18 Agustus 1945, karena pada saat itu Undang-Undang Dasar 1945 disahkan sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa Bahasa negara ialah bahasa Indonesia. (Bab XV, Pasal 36).
Kedudukan bahasa Indonesia di negara Republik Indonesia selain sebagai bahasa persatuan juga sebagai bahasa negara atau bahasa nasional dan sebagai budaya. Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahsa persatuan, maksudnya telah jelas karena fungsi bahasa Indonesia itu sendiri telah sebagai pemersatu suku bangsa yang beraneka ragam yang ada di Indonesia.
Bahasa Indonesia juga telah mampu mengemban fungsinya sebagai sarana komunikasi modern dalam penyelenggaraan pemerintah, pendidikan, pengembangan ilmu, teknologi, serta seni.
Bahasa Indonesia dipakai pula sebagai alat untuk mengantar dan menyampaikan ilmu pengetahuan kepada berbagai kalangan dan tingkat pendidikan. Semua jenjang pendidikan dalam penyampaiannya tentu menggunakan bahasa Indonesia sebagai pengantarnya.
Komunikasi perhubung pada berbagai kegiatan masyarakat telah memanfaatkan bahsa Indonesia disamping bahasa daerah sebagai wahana dan peranti untuk membangun kesepahaman, kesepakatan, dan persepsi yang memungkinkan terjadinya kelancaran pembangunan masyarakat di berbagai bidang.



Sumber: Buku Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi karya Aleka a. & H. Achmad
               H.P.