Tuesday, October 16, 2012

Bahasa Sebagai Jati Diri


Nama              : Siti Humaeroh
Kelas               : 3EB21
NPM                : 26210592

Bahasa Indonesia Sebagai Jati Diri
Awal penanaman bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa bermula dari Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Di sana, pada Kongres Nasional Kedua di Jakarta, di canangkanlah penggunaan bahasa Indonesia pasca-kemerdekaan. Soekarno tidak memilih bahasanya sendiri, Jawa (yang sebenarnya juga bahasa mayoritas pada saat itu), namun beliau memilih bahasa Indonesia yang beliau dasarkan dari bahasa Melayu yang di tuturkan di Riau.
Bahasa Melayu Riau dipilih sebagai bahsa persatuan negara Republik Indonesia atas beberapa pertimbangan sebagai berikut:
1.      Jika bahasa Jawa digunakan, suku-suku bangsa atau puak lain di Republik Indonesia akan merasa dijajah oleh suku Jawa yang merupakan puak (golongan) mayoritas di Republik Indonesia.
2.      Bahasa Jawa jauh lebih sukar di pelajari dibandingkan dengan bahasa Melayu Riau. Ada tingkatan bahasa halus, biasa, dan kasar yang digunakan untuk orang yang berbeda dari segi usia, derajat, maupun pangkat. Bila pengguna kurang memahami budaya Jawa, ia dapat menimbulkan kesan negatif yang lebih besar.
3.      Bahasa Melayu Riau yang dipilih, dan bukan bahasa Melayu Pontianak, Banjarmasin, Samarinda, Maluku, Jakarta (Betawi), ataupun Kutai, dengan pertimbangan: Pertama, suku Melayu berasal dari Riau, Sultan Malaka yang terakhir pun lari ke Riau selepas Malaka direbut oleh Portugis. Kedua, sebagai lingua franca, bahasa Melayu Riau yang paling sedikit terkena pengaruh misalnya dari bahasa Tionghoa Hokkien, Tio Ciu, Ke, ataupun dari bahasa lainnya.
4.      Pengguna bahasa Melayu bukan hanya terbatas di Republik Indonesia. Pada 1945, pengguna bahasa Melayu selain Republik Indonesia yaitu Malaysia, Brunei, dan Singapura. Pada saat itu, dengan menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan, diharapkan di negara-negara kawasan seperti Malaysia, Brunei, dan Singapura bisa ditumbuhkan semangat patriotik dan nasionalisme negara-negara jiran di Asia Tenggara.
Dengan memilih bahasa Melayu Riau, para pejuang kemerdekaan bersatu seperti pada masa Islam berkembang di Indonesia, namun kali ini dengan tujuan persatuan dan kebangsaan. Bahasa Indonesia yang telah di pilih ini kemudian distandardisasi (dibakukan) lagi dengan nahu (tata bahasa), dan kamus baku juga diciptakan. Hal ini telah dilakukan pada zaman Penjajah Jepang.
Keputusan Kongres Bahasa Indonesia II 1954 di Medan, antara lain menyatakan bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Bahasia Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu yang sejak zaman dahulu sudah digunakan sebagai bahasa penghubung (lingua franca) bukan hanya di kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh Asia Tenggara.
Bahasa Melayu mulai di pakai di Kawasan Asia Tenggara sejak abad ke-7. Bukti yang menyatakan itu ialah dengan ditemukannya prasasti di Kedukan Bukit, berangka 683 M (Palembang); Talang Tuwo, berangka 684 M (Palembang); Kota Kapur, berangka 686 M (Bangka Barat); dan Karang Brahi, berangka 688 M (Jambi). Prasasti itu bertuliskan huruf Pranagari berbahasa Melayu kuno. Bahasa Melayu kuno itu tidak hanya dipakai pada zaman Sriwijaya karena di Jawa Tengah (Gandasuli) juga ditemukan prasasti berangka tahun 832 M dan di Bogor ditemukan prasasti berangka tahun 942 M yang juga menggunakan bahasa Melayu Kuno.
Bahasa Indonesia dinyatakan kedudukannya sebagai bahsa negara pada 18 Agustus 1945, karena pada saat itu Undang-Undang Dasar 1945 disahkan sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa Bahasa negara ialah bahasa Indonesia. (Bab XV, Pasal 36).
Kedudukan bahasa Indonesia di negara Republik Indonesia selain sebagai bahasa persatuan juga sebagai bahasa negara atau bahasa nasional dan sebagai budaya. Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahsa persatuan, maksudnya telah jelas karena fungsi bahasa Indonesia itu sendiri telah sebagai pemersatu suku bangsa yang beraneka ragam yang ada di Indonesia.
Bahasa Indonesia juga telah mampu mengemban fungsinya sebagai sarana komunikasi modern dalam penyelenggaraan pemerintah, pendidikan, pengembangan ilmu, teknologi, serta seni.
Bahasa Indonesia dipakai pula sebagai alat untuk mengantar dan menyampaikan ilmu pengetahuan kepada berbagai kalangan dan tingkat pendidikan. Semua jenjang pendidikan dalam penyampaiannya tentu menggunakan bahasa Indonesia sebagai pengantarnya.
Komunikasi perhubung pada berbagai kegiatan masyarakat telah memanfaatkan bahsa Indonesia disamping bahasa daerah sebagai wahana dan peranti untuk membangun kesepahaman, kesepakatan, dan persepsi yang memungkinkan terjadinya kelancaran pembangunan masyarakat di berbagai bidang.



Sumber: Buku Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi karya Aleka a. & H. Achmad
               H.P.

No comments:

Post a Comment