Nama : Siti
Humaeroh
Kelas : 3EB21
NPM : 26210592
Sejarah
Bahasa indonesia
Bahasa
Indonesia berasal dari bahasa Melayu termasuk rumpun bahasa Autronesia yang
telah digunakan sebagai lingua franca di Nusantara sejak abad-abad awal
penanggalan modern, paling tidak dalam bentuk informalnya. Bentuk bahasa
seharihari ini sering dinamai dengan istilah Melayu pasar. Jenis ini sangat
lentur sebab sangat mudah dimengerti dan ekspresif, dengan toleransi kesalahan
sangat besar dan mudah menyerap istilah-istilah lain dari berbagai bahasa yang
digunakan para penggunanya.
Selain
Melayu pasar terdapat pula istilah Melayu tinggi. Pada masa lalu bahasa Melayu
tinggi digunakan kalangan keluarga kerajaan di sekitar Sumatra, Malaya, dan
Jawa. Bentuk bahasa ini lebih sulit karena penggunaannya sangat halus, penuh
sindiran, dan tidak seekspresif bahasa Melayu pasar. Pemerintah kolonial Belanda
yang menganggap kelenturan Melayu pasar mengancam keberadaan bahasa dan budaya.
Belanda berusaha meredamnya dengan mempromosikan bahasa Melayu tinggi,
diantaranya dengan penerbitan karya sastra dalam bahasa Melayu tinggi oleh
Balai Pustaka. Tetapi bahasa Melayu pasar sudah terlanjur diambil oleh banyak
pedagang yang melewati Indonesia.
Penamaan
istilah “bahasa Melayu” telah dilakukan pada masa sekitar 683-686 M, yaitu
angkat tahun yang tercantum pada beberapa prasasti berbahasa Melayu kuno dari
Palembang dan Bangka. Prasasti-prasasti ini ditulis dengan b aksara Pallawa
atas perintah raja Kerajaan Sriwijaya, kerajaan maritim yang berjaya pada abad
ke-7 dan ke-8. Wangsa Syailendra juga meninggalkan beberapa prasasti Melayu
kuno di Jawa Tengah. Keping Tembaga Laguna yang ditemukan di dekat Manila juga
menunjukkan keterkaitan wilayah itu dengan Sriwijaya.
Perkembangan
dan pertumbuhan bahasa Melayu tampak makin jelas dari peninggalan kerajaan
Islam, baik yang berupa batu bertulis seperti tulisan pada batu nisan di Minye
Tujoh, Aceh, berangka 1380 M, maupun hasil susastra (abad ke-16 dan ke-17),
sepeti Syair Hamzah Fansuri, Hikayat Rja-Raja Pasai, Sejarah Melayu,
Tajussalatin, dan Bustanussalatin.
Bahasa
Melayu menyebar ke pelosok Nusantara bersamaan dengan menyebarnya agama Islam
di wilayah Nusantara. Bahasa Melayu mudah diterima oleh masyarakat Nusantara
sebagai bahasa perhubungan antarpulau, antarsuku, antarpedagang, antarbangsa,
dan antarkerajaan karena bahasa Melayu tidak mengenal tingkat tutur.
Peristiwa-peristiwa
penting berkaitan dengan perkembangan bahasa Indonesia diantaranya:
1. Pada 1901,
disusunlah ejaan resmi bahasa Melayu oleh Ch. A. Van Ophujisen dan dimuat dalam
Kitab Logat Melayu.
2. Pada 1908, pemerintah mendirikan sebuah badan
penerbit buku-buku bacaan yang diberi nama Commissie de Volkslectuur (Taman
Bacaan Rakyat), yang kemudian pada 1917 ia diubah menjadi Balai Pustaka. Balai
itu menerbitkan buku-buku novel seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan,
buku-buku penuntun bercocok tanam, penuntun memelihara kesehatan, yang tidak
sedikit membantu penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas.
3. Pada 28
Oktober 1928 merupakan saat-saat yang paling menentukan dalam perkembangan
bahasa Indonesia karena pada tanggal itulah para pemuda pilihan memancangkan
tonggak yang kukuh untuk perjalan bahasa Indonesia.
4. Pada 1933,
secara resmi berdirilah sebuah angkatan sastarawan muda yang menamakan dirinya
sebagai Pujangga Baru yang di pimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana dan
kawan-kawan.
5. Pada tarikh
25 – 28 Juni 1938, dilangsungkanlah Kongres Bahasa Indonesia I di Solo. Dari
hasil kongres itu dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan bahasa
Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh cendikiawan dan budayawan Indonesia
pada saat itu.
6. Pada 18
agustus 1945, di tandatanganilah Undang-Undang Dasar RI 1945, yang salah satu
pasalnya (Pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.
7. Pada Maret
1947, diresmikan penggunaan Ejaan Republik (Ejaan Soewandi) sebagai pengganti
Ejaan van Ophuijsen yang berlaku sebelumnya.
8. Kongres
Bahassa Indonesia II di Medan pada tarikh 28 Oktober – 2 November 1954 juga
salah satu perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan
bahsa Indonesia yang di angkat sebagai bahasa kebangsaan dan ditetapkan sebagai
bahasa negara.
9. Pada 16
Agustus 1972, H.M. Soeharto, Presiden Republik Indonesia, meresmikan penggunaan
Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (ETD) melalui pidato kenergaraan di
hadapan sidang DPR yang dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57 Tahun
1972.
10. Pada 31
Agustus 1972, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi
berlaku di seluru wilayah Indonesia (Wawasan Nusantara).
11. Kongres
Bahasa Indonesia III yang diselenggarakan di Jakarta pada 28 Oktober – 2
November 1978 merupakan peristiwa penting bagi kehidupan bahasa Indonesia. Kongres
yang diadakan dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50 ini selain
memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahsa Indonesia sejak
1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.
12. Kongres
Bahasa Indonesia IV diselenggarakan di Jakarta pada tarikh 21 – 6 November 1983.
Ia diselenggarakan dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55.
Dalam petusannya disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia
harus lebih di tingkatkan sehingga amanat yang tercantum di dalam Garis-Garis
Besar Haluan Negara, tyang mewajibkan kepada seluruh warga Indonesia untuk
menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, dapat tercapai semaksimal
mungkin.
13. Kongres
Bahasa Indonesia V diselenggarakan di Jakarta pada tarikh 28 Oktober – 3
November 1988. Ia dihadiri oleh kira-kira 700 pakar bahasa Indonesia dari
seluruh Nusantara (sebutan bagi negara Indonesia) dan peserta tamu dari negara
sahabat seperti Brunei Darussalam, malaysia, Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia.
Kongres itu ditandatangani dengan dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa kepada pecinta bahasa di Nusantara, yakni Kamus Besar
Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
14. Kongres
Bahasa Indonesia VI diselenggaran di Jakarta pada tarikh 28 Oktober – 2
November 1993. Pesertanya sebanyak 770 pakar bahsa dari Indonesia dan 53
peserta tamu dari mancanegara meliputi Australia, Brunei Darussalam, Jerma,
Hong Kong, India, Italia, Jepang, Rusia, Singapura, Korea Selatan, dan Amerika
Serikat. Kongres mengusulkan agar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa di
tingkatkan statusnya menjadi Lembaga Bahasa Indonesia, serta mengusulkan di
susnannya Undang-Undang Bahasa Indonesia.
15. Kongres
Bahasa Indonesia VII diselenggarakan di Hotel Indonesia, Jakarta pada 26 – 30
Oktober 1998. Kongres itu mengusulkan dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Keanggotannya
terdiri dari tokoh masyarakat dan pakar yang mempunyai kepedulian terhadap
bahasa dan sastra.
b. Tugasnya
memberikan nasihat kepada Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa serta
mengupayakan peningkatan status kelembagaan Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa.
16. Kongres
Bahasa Indonesia VIII diselenggarakan di Jakarta pada 14 – 17 Oktober 2003.
17. Kongres IX
Bahasa Indonesia. Kongres ini akan membahas tiga persoalan utama: 1) bahasa
Indonesia; 2) bahasa daerah; dan 3) penggunaan bahasa asing. Tempat kongres di
Jakarta, pada 28 Oktober – 1 November 2008 di Hotel Bumi Karsa, Kompleks
Bidakara, Jalan M.T. Haryono, Jakarta Selatan. Secara umum, Kongres IX Bahasa
Indonesia ini bertujuan meningkatkan peran bahasa dan sastra Indonesia dalam
mewujudkan insan Indonesia cerdas kompetitif menuju Indonesia yang bermatanat,
berkepribadian, dan berperadaban unggul.
Bahasa
Indonesia dinyatakan kedudukannya sebagai bahsa negara pada 18 Agustus 1945,
karena pada saat itu Undang-Undang Dasar 1945 disahkan sebagai Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan
bahwa Bahasa negara ialah bahasa Indonesia. (Bab XV, Pasal 36).
Sumber: Buku
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi karya Aleka a. & H. Achmad
H.P.
No comments:
Post a Comment